Nama : Asril Muda Harahap
NPM : 21210183
Kelas : 1EB12
PENDAHULUAN
Franchise yang akhir-akhir ini telah menjadi salah satu trendsetter yang memberi warna baru di dalam dinamika perekonomi Indonesia. Franchise merupakan perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa.
Kewajiban financial franchisee adalah membayarkan franchise fee dan royalty fee. Franchise fee merupakan pembayaran diawal sedangkan royalty fee merupakan pembayaran yang dilakukan secara periodik sesuai dengan perjanjian perhitungan seperti apa yang berlaku pada franchising yang dipilih oleh franchisee. Pada penelitian ini, penulis mengidentifikasi permasalahan pada Bagaimana sistem perhitungan Franchise Royalty pada UD. Tiga Dara. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan yang ada di dalam suatu Franchise Royalty UD. Tiga Dara.
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi ekonomi dunia sebagai suatu fenomena pada dekade terakhir ini tidak bisa dihindari. Kehadiran Indonesia dalam peta ekonomi dunia, menuntut kemampuan untuk berkembang sebagai suatu kekuatan ekonomi baru dari dunia ketiga. Perkembangan ekonomi yang begitu cepat menuntut kesiapan dan kemampuan pranata hukum dalam mengikuti perkembangan ekonomi sebagai akibat dari globalisasi ekonomi dunia tersebut.
Salah satu fenomena yang nyata dari pertumbuhan ekonomi akibat globalisasi ekonomi dunia adalah meningkatnya kebutuhan perusahaan-perusahaan terhadap modal dan kebutuhan tersebut menuntut struktur permodalan yang lebih kompleks. Investasi dalam era globalisasi ekonomi dunia bukan hanya dalam bentuk direct investmen ataupun equity investment (investasi dalam bentuk penyertaan saham secara formal) tetapi investasi dalam bentuk penyertaan modal secara informal.
Telah diketahui bahwa bentuk-bentuk usaha persekutuan dan perseroan merupakan “Assosiasi Modal” yang dibentuk karena suatu aktivitas usaha yang akan dijalankan secara terus menerus, memerlukan modal yang besar yang mungkin tidak dapat dipikul oleh seseorang saja, sehingga modal usaha tersebut perlu dikumpulkan dari beberapa orang.
Penyertaan modal usaha dalam bentuk primair merupakan bentuk penyertaan modal/saham yang dipenuhi setorannya dengan uang tunai. Kemudian bentuk penyertaan modal/saham tersebut memperlihatkan variasinya bukan hanya dalam bentuk setoran tunai bahkan dapat pula dilakukan setoran dalam bentuk barang (inbreng). Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa :
1. Penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
2. Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan.
Karakteristik dan Tipe Franchise
Pihak yang terkait dengan waralaba (franchise) bisaanya mempunyai sifat berdiri sendiri. Franchisee berada dalam posisi independent terhadap Franchisor. Independent yang dimaksud adalah Franchisee berhak atas laba dari usaha yang dijalankannya, bertanggung jawab atas beban usaha waralabanya sendiri. Di luar itu, Franchisee terikat pada aturan dan perjanjian dengan Franchisor sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama. Dalam praktek pelaksanaannya, dapat dijumpai beberapa tipe franchising, yaitu:
• Trade Name Franchising: Pada tipe ini franchisee memperoleh hak untuk memproduksi sendiri dengan merek dagang dari franchisor. Contohnya adalah PT. Great River memiliki hak untuk memproduksi pakaian dalam Triumph dengan merek dagang dari Jerman.
• Product Distribution Franchising: Pada tipe ini franchisee memperoleh hak untuk distribusi di wilayah tertentu.
• Pure Franchising: Pada tipe ini franchisee memperoleh hak sepenuhnya. Contohnya adalah restaurant dan fast food.
Keuntungan Dan Kerugian Memilih Franchise
Franchisee mendapat keuntungan dan aktivitas iklan dari promosi franchisor pada tingkat nasional dan atau internasional;
Franchisee mendapatkan keuntungan dan daya beli yang besar dari kemampuan negosiasi yang dilakukan franchisor atas seluruh franchisee;
Franchisee mendapat pengetahuan khusus dan berkemampuan tinggi serta berpengalaman, organisasi dan manajemen kantor pusat franchisor, walaupun franchisee tetap mandiri dalam bisnisnya sendiri.
Kerugian atau kelemahan Franchisee di dalam Franchise (Widjaja, 2002, p. 31-37) adalah sebagai berikut :
Franchisee harus membayar Franchisor atas jasa yang didapatkannya dan untuk penggunaan sistem franchise yaitu dengan dan dalam bentuk uang (Franchise Fee) pendahuluan atau uang Franchise terus menerus;
Franchisor mengkin berbuat kesalahan dalam kebijakan-kebijakannya yang mungkin mengambil keputusan yang berkaitan dengan inovasi bisnis yang berakhir pada kegagalan dan hal ini mungkin dapat mempengaruhi aktivitas Franchisee;
Reputasi citra merek dan bisnis yang diFranchisekan mungkin menjadi turun, karena alasan-alasan yang mungkin berada di luar kontrol baik franchisor maupun franchisee.
METODE PENELITIAN
Data penelitian ini adalah data primer dan sekunder bulan Januari 2010 yang penulis dapatkan dari objek penelitiannya langsung yaitu UD. Tiga Dara dan data sekundernya didapatkan penulis melalui buku dan beberapa blog di website. Variable yang dianalisa adalah :
Laporan penjualan Franchise UD. Tiga Dara bulan Januari 2010.
Laporan Franchise Royalty bulan Januari 2010.
Laporan biaya-biaya yang dikeluarkan bulan Januari 2010.
Franchising (pewaralabaan) pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Dengan demikian, franchising bukanlah sebuah alternatif melainkan salah satu cara yang sama kuatnya, sama strategsinya dengan cara konvensional dalam mengembangkan usaha. Bahklan sistem franchise dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan managemen, keculai kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain. Franchising juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan franchisee.
Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabili ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60an.
Definisi
Masing-masing negara memiliki definisi sendiri tentang waralaba. Amerika melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association sebagai garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor. Mengharuskan franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian. Dan mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan—di dalam hubungan terhadap organisasi usaha franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen atau yang lainnya.
Kesimpulan dari Franchise
Fenomena di bidang usaha terutama bidang pemasaran saat ini yaitu tumbuh suburnya bisnis franchise, ditandai dengan munculnya gerai-gerai franchise, keagenan, dan lisensi yang baru di Indonesia. Perubahan di bidang bisnis tersebut tentu berpengaruh terhadap aspek hukum yang menaungi seperti hukum normatif tentang merek, produk usaha, sistem kerja, rahasia perusahaan yang dapat dijual atau dikelola olah pihak lain seperti dalam bisnis antara franchisor dan franchisee tersebut. Permasalahan yang muncul yaitu bagaimana bentuk hubungan kemitraan usaha yang dilakukan pihak franchisor dan pemakai merek usaha yaitu franchisee.
Roti Buana sebagai perusahaan di bidang franchises produk roti mengadakan kerja sama usaha yang sepakati antara franchisor dengan franchisee, sehingga ada hubungan kemitraan. Hubungan hukum yang terjadi antara franchisor dan franchisee merupakan hubungan hukum sejajar antara pengusaha satu dengan pengusaha yang lain. Karakteristik formil bidang usaha franchise yaitu suatu rumusan yang tepat terkait perjanjian franchise atau disebut juga dengan perjanjian franchising. Antara franchisor dan franchisee saling mengikatkan diri untuk melaksanakan hal-hal tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada perjanjian tersebut dijelaskan tentang franchisee yang memanfaatkan produk dan jasa sesuai dengan cara dan prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor. Perlu adanya analisis pola hubungan kemitraan bidang usaha franchise, kendala-kendala yang dihadapi, dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan pola hubungan kemitraan bidang usaha franchise tersebut.
Pola hubungan kemitraan bidang usaha franchise Roti Buana adalah kerja sama yang didasarkan pada asas kepercayaan dan transparansi, memiliki iktikad baik untuk bekerjasama dan berbagi keuntungan maupun risiko, ada instrumen hukum untuk melindungi hak-hak franchisor dan franchisee, suatu kekuatan hukum “memaksa” untuk tetap menyeimbangkan hak dan kewajiban, asas-asas pola kemitraan franchise didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.
Kendala-kendala dalam pelaksanaan hubungan kemitraan bidang usaha franchise yaitu dependensi, interdependensi, dan independen. Dibutuhkan kepercayaan dan transparansi, di mana bisnis yang dikembangkan franchisor betul-betul bisnis yang prospektif dan menguntungkan. Jika dilandasi saling percaya maka dalam mekanisme operasionalnya, muncul iktikad baik untuk bekerjasama dan berbagi keuntungan maupun risiko. Selain itu instrumen hukum yang saling mengikat untuk melindungi hak-hak baik pihak franchisor maupun franchisee dalam kerja sama mereka, suatu kekuatan hukum untuk “memaksa” kedua belah pihak tetap menyeimbangkan hak dan kewajiban masing-masing. Hindari situasi saling curiga yang berujung pada konflik dengan menciptakan sistem yang transparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar