ASRIL MUDA HARAHAP
21210183
1EB12
Perkembangan Perekonomian Indonesia
1. Berdasarkan perubahan kebijakan yang Belanda lakukan di Hindia Belanda (Indonesia). (SEBELUM KEMERDEKAAN).
• Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) tahun 1620
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi antara lain :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
•Pendudukan Inggris (1811 – 1816)
Inggis berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Dengan Landrent, penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris. Peubahan yang cukup mendasar dalam dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris di Hindia Belanda.
•Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia.
2. Masa perekonomian pasca kemeredekaan(order lama)
pada awal kemerdekaan, kehidupan ekonomi Indonesia sangat sulit, karena pada masa pendudukan Jepang seluruh potensi ekonomi Indonesia diexploitasi untuk kepentingan perang. Hal ini menyebabkan inflasi yang berat karena adanya mata uang Jepang yang tidak terkedali kas Negara menjadi kosong, pajak-pajak dan bea masuktidak ada, sebaliknya pengeluaran menjadi bertambah.Keadaan yang sulit ini di tambah dengan blockade ekonomi yang dilakukan oleh
Belanda.blokade ini menutup perdagangan Indonesia sejak di mulai pada bulan November 1945.
Alasan Belanda melakukan blokade ekonomi adalah:
• Mencegah masuknya senjata dan peralatan ke militer Indonesia
• Mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik belanda dan miki pengusaha asing lainnya
• Melindungi bangsa Indonesia dari tindaka-tindakan dan perbuatan Indonesia yang dilakukan oleh bangsa lain.
1. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1957)
Disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950 untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Plan kasimo yaitu untuk mencipakan swasembada pangan dengan melakukan transmigrasi dari 20 juta penduduk jawa ke sumatera dalam waktu 10 sampai 15 tahun.
3.Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
5. System ekonomi terpimpin yaitu dimana presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian pada pemerintahan pusat. Namun pada system ini Indonesia mengalami inflasi yang cukup parah pada tahum 1965, inflasi telah mencapai 650 %.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Kas negara kosong.
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir.Ø Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakanØ kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperolehØ kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik melalui sektor pertanian yang merupakan sumber kekayaan.
3.Masa ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal tahun 1966 tingkat inflasi 650% per tahun.. Setelah melihat hasil pengalaman masa lalu, dimana dalam system tersebut ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun). Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan, kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi minimum orang yang akan menikah. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila yang merupakan praktek dari teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Hasilnya Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan, perbaikan kesejahteraan rakyat dan industrialisasi meningkat pesat.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, penumpukan hutang luar negeri, serta pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat KKN. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
4. Masa ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Sedangkan pada masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
5. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan presiden SBY adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan lain yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin, PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini, yakni BI rate, nilai tukar, operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas, serta makroprudensial lalu lintas modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar